Rabu, 26 November 2008

Materi Pertemuan II Pendalaman Iman APP 2009

PERTEMUAN II
GEREJA SEBAGAI “PAGUYUBAN” TERPANGGIL UNTUK TERLIBAT

TEMA: Gereja sebagai paguyuban terpanggil untuk terlibat dalam kesulitan hidup sesamanya sehingga Gereja dapat dipercaya jatidirinya di tengah dunia

TUJUAN: Agar umat beriman sampai kepada kesadaran letak “hidup paguyuban yang keliru” sampai tahu bagaimana mengubah kekeliruan itu

A. PENGALAMAN MANUSIAWI
“Komunitas Dokar” Pak Trembel
Pak Trembel memiliki dokar sebagai mata pencahariannya setiap hari untuk menghidupi 1 isteri dan 3 anaknya. Ia menetapkan tarif naik dokar dari Desa Gemah Ripah sampai Pasar Artomoro (sekitara 10 km) dengan tarif kelas I: 10.000, tapi kalau roda rusak, tidak perlu turun dan ikut memperbaiki, tarif kelas II: 7.500 kalau kereta rusak, harus turun tetapi boleh lihat saja, kelas III: 5000, harus ikut turun, harus ikut memperbaiki dan harus mendorong. Panurata pilih tarif kelas VIP, Jerawati kelas II, dan Trimbil kelas III.

Pertanyaan pendalaman cerita:
1. Kalau Bapak, Ibu dan Saudara-Saudari mau naik dokar Pak Trembel, kira kira mau naik kelas I, kelas II atau kelas III? Mengapa?
2. Apakah masih ada sifat, perilaku dan gaya hidup yang diperankan ketiga penumpang tadi: Panurata, Jerawati dan Trimbil? Manakah peran yang paling sering bermunculan dalam hidup bersama di keluarga, di lingkungan dan di paroki?
3. Apakah “komunitas dokar” itu dapat menjadi “cermin” kehidupan bersama kita dalam keluarga, lingkungan dan paroki?
4. Apakah komunitas dokar itu terbuka untuk saling mengasih?
5. Bagaimanakah Anda mengubah “komunitas dokar” tadi menjadi “komunitas Dokar” yang diwarnai kasih?

B. PENGANTAR UNTUK MENDALAMI SABDA TUHAN
Saudara saudari terkasih, “komunitas dokar” tadi mencerminkan sebuah komunitas yang dibentuk oleh tarif, meski ada kepentingan bersama, akan tetapi mereka sudah berada dalam kelas masing-masing dan memiliki “hak” yang jelas berdasarkan “tarif yang sudah dibayar”. Terbukalah kemungkinan Panurata, yang sudah membayar kelas 1 tidak peduli lagi, kalau dokar nanti rusak, apalagi memikirkan nasib kesejahteran kusirnya, Pak Trembel. Demikian juga kelas 2, Jerawati, juga tidak ambil pusing, karena sudah bayar, ya tinggal nonton saja kalau rusak. Sementara itu, Trimbil, penumpang kelas 3 merasa terpaksa harus menolong Pak Kusir karena bisanya bayar cuma kelas III. Panurata dan Jerawati bisa jadi mewakili orang kelas menengah ke atas, sementara Trembel mewakili golongan ekonomi kelas menengah kebawah, akan tetapi Trembel dapat juga belum bebas dari “keterpaksaan karena kondisi kesejahteraannya” yang terbatas .

Dengan lain kata, “komunitas dokar pak Trembel” menutup kemungkinan untuk saling memperhatikan baik antar penumpang maupun antara penumpang dengan kusirnya. Komunitas Dokar Pak Trembel tidak dapat dapat dipercaya bahwa mereka mau peduli dan terlibat dalam kesulitan hidup orang miskin. Bagaimanakah kita membentuk komunitas dokar yang “dapat dipercaya” bahwa mereka mampu terlibat dalam hidup orang miskin. Jadi, bagaimana kita mengubah komunitas dokar pak Trembel itu menjadi komunitas dokar yang “ditentukan oleh kasih”? Untuk kepentingan itu, marilah kita membaca perikop di bawah ini

Bacaan Luk 10:25-38.
10:25 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
10:26 Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?"
10:27 Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
10:28 Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup."
10:29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?"
10:30 Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.
10:31 Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
10:32 Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.
10:33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
10:34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
10:35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
10:36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?"
10:37 Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"

PERTANYAAN PENDALAMAN SABDA TUHAN
1. Siapa sajakah yang TIDAK BERBUAT APAPUN SAAT MEREKA MELIHAT dan MELEWATI “seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho tetapi ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.”? Mengapa kira-kira mereka tidak berbuat?
2. Siapakah yang ambil tindakan saat MELIHAT orang yang menjadi korban penyamun itu? Apakah yang ia perbuat?
3. Manakah peran yang akan Anda ambil, sebagai imam, kaum Lewi atau orang Samaria? Mengapa Anda mengambil peran itu?
4. Dari sudut pandang orang samaria yang menolong, siapakah sesamaku? Dari sudut pandang “orang yang jatuh dan jadi korban penyamun”, siapakah sesamanya?
5. Apakah “orang miskin” itu sesamamu? Mengapa? Jadi, siapakah orang miskin?
6. Kalau kita sebagai anggota Gereja, namun tidak peduli dengan orang miskin yang kurang memiliki jaringan untuk memperoleh berbagai kesempatan mengembangkan diri, apakah kita dapat dipercaya sebagai Gereja yang hadir untuk menjadi tanda dan sarana keselamatan bagi dunia? Mengapa?


C. PENEGUHAN untuk membangun niat bertobat!
1. Sikap Acuh tak acuh dari para imam dan kaum Lewi terhadap orang yang jelas kelihatan kasat mata menderita seperti dikisahkan dalam perumpaan “Orang Samaria yang Baik Hati”, bisa jadi menggambarkan salah satu aspek relasi antar manusia jaman sekarang. “Acuh tak Acuh” membuat relasi antar manusia “rusak” karena orang berpikir untuk diri sendiri. Akar dari gaya hidup “acuh tak acuh” adalah minimnya kualitas relasi manusia dengan Allah.

2. Relasi dengan Allah dapat ditingkatkan dengan belajar “berdoa”, belajar “mengalami salib” dan “belajar berani menjadi saksi iman” dengan segala macam resiko. Belajar berdoa itu bukan sekedar “basa basi” karena berdoa adalah SEBUAH TINDAKAN untuk berjumpa dengan ALLAh, karena kita anak-anak Allah dan ahli waris-Nya. Dalam doa kita akan mampu mengenal siapa ALLah yang mencintaiku dan mengenal siapakah sesamaku (cfr. Tom Jacobs, “Teologi Doa”, 2005). Orang yang mengenal Allah, adalah Bapanya yang mencintai, mengampuni dan menyertainya, akan tergerak hidup dalam pengharapan, akhirnya akan tergerak pula untuk menyangkal dirinya: mengosongkan diri, agar mampu membagikan “pengalaman dikasihinya” dengan sesama yang membutuhkan (kesaksian iman). Karena itu, semakin akrab kita berelasi dengan Tuhan, akhirnya siapakah sesamaku itu dikenal, yakni siapapun yang menjadi ciptaan-Nya, juga kalau orang itu jatuh miskin, korban penindasan, korban bencana, dsb. Mereka adalah satu dalam saudara karena diciptakan oleh satu Allah yang sama.

3. Jadi siapakah orang miskin? Orang miskin tidak lain adalah orang yang kurang memiliki BERBAGAI KESEMPATAN UNTUK MENGEMBANGKAN DIRINYA SEBAGAI MANUSIA YANG UTUH: yakni sebagai manusia yang memiliki otonomi dunia dan sebagai anak Allah yang makin sempurna. Kesempatan itu antara lain: kesempatan untuk memperoleh kebutuhan pokok hidupnya (sandang, pangan, papan), kesempatan pelayanan kesehatan yang memadai, kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar, kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan kesempatan untuk menentukan dirinya sendiri, dan kesempatan untuk bekerja dan menghidupi dirinya sendiri, kesempatan minta tolong kepada orang lain. Akhirnya mereka kurang memiliki “JARINGAN LUAS” untuk mendapatkan berbagai kesempatan berkembang.

4. Namun siapakah yang membuat orang miskin tidak memiliki jaringan itu? Pertama-tama kita tidak akan menyalahkan orang miskin itu. Akan tetapi bahwa orang miskin kerapkali “kurang diajak untuk berdialog” dari pihak yang lebih kuat (pencipta kesempatan). Bagaimanakah kita akan menciptakan dialog dengan orang miskin kalau kita belum memiliki paradigma baru bahwa mereka itu “satu saudara” sebagai sesama ciptaan Allah yang satu dan esa!

5. Dengan segala kondisi yang terbatas itu, orang miskin selalu memanggil kita untuk menjadi sesamanya agar kita terlibat dalam hidupnya. Namun bagaimanakah kita mau mendengar panggilan orang miskin itu kalau kita masih selalu “mendengarkan” suara-suara “yang menyenangkan, membuat nyaman dan membuat nikmat, serta memuaskan batin”. “Suara-suara” itu bisa jadi adalah “keinginan-keinginan diri kita” yang tidak teratur. Keinginan itu terasa makin “mendesak” untuk dipenuhi kalau kita tidak belajar untuk ‘MENGOSONGKAN DIRI”. Dalam PENGOSONGAN DIRI, kita menjadi murid yang belajar untuk menahan keinginan itu dan malahan melepaskannya apalagi kalau keinginan itu sampai “memabokkan” kita. Misalnya kalau kita sudah marah kalau tidak merokok sehari saja, “siapakah yang jadi tuhan” sebenarnya? Kalau seorang anak ditampar karena memecahkan gelas, siapakah yang lebih berharga: anak atau gelas? Kalau seorang ayah atau ibu marah-marah, karenan nilai ujian anaknya di bawah standar, sebenarnya anak itu dianugerahkan untuk dicintai atau diperlakukan sebagai sarana untuk “memuaskan hati orang tuanya”?

6. Pengosongan diri itulah yang memungkinkan orang “mampu saling mendengarkan” dalam sebuah paguyuban. Maka, manakah “KLANGENAN”, sesuatu yang istimewa dan membuat kita tidak bisa tidak harus menikmati tiap hari? KLANGENAN itulah yang harus dilepaskan, agar kita mampu mendengarkan jeritan orang minta tolong.

7. Manakah perbuatan konkret yang harus kujalani agar aku mampu melepaskan berbagai “KLANGENAN” yang menghambat relasiku dengan Tuhan dan sesama?

D. MEMBANGUN NIAT ATAU KEPUTUSAN UNTUK BERTOBAT
Tulislah niat Anda dalam potongan kertas ¼ folio, lalu tempelkan di tempat yang paling sering Anda kunjungi di rumah!

Materi Pendalaman Iman APP 2009

PERTEMUAN I

TEMA: Menjadi murid Kristus itu belajar untuk mengosongkan diri

TUJUAN: Agar umat beriman mengerti arti “mengosongkan diri” dan menyadari pribadinya apakah sudah “mengosongkan diri”, atau malah tahu tapi acuh tak acuh, atau tidak pernah terpikirikan?

PENGALAMAN MANUSIAWI

A. ILUSTRASI:

Di saat ikan mudah ditangkap di pinggir pantai Jepang, ikan-ikan itu bisa dijual di pasaran Jepang dalam kondisi segar bugar sehingga harganya pun mahal. Sebagai pecinta ikan mentah, rakyat Jepang amat menghargai kesegaran ikan. Namun, lama kelamaan, ikan makin sulit di dapat di pinggiran, sehingga nelayan mesti ke tengah laut untuk mendapatkannya. Sayang, makin jauh ke laut, makin jauh pula jarak pulang, sehingga ikan sudah tidak segar lagi ketika sampai ke pasar. Harga ikan pun jatuh.

Para nelayan mesti putar otak untuk menyiasatinya. Maka dilengkapilah kapal dengan pendingin agar ikan tetap segar. Tapi ternyata orang Jepang tak suka ikan beku. Harga jual tetap jatuh. Tak kehabisan akal, kapal mereka dilengkapi dengan tangki besar agar ikan tetap hidup sampai di pasar. Namun, karena tangkapan yang dimasukkan ke tangki banyak, ikan berdesak-desakan sehingga kurang gerak. Ternyata, daging ikan yang kurang gerak tidak seenak daging ikan lincah yang hidup di alam bebas. Maka, meski harga lebih bagus ketimbang ikan beku, tetaplah tidak semahal ikan tangkapan di tepi pantai.

Setelah putar otak, bingo! mereka dapat ide: Masukkan hiu-hiu kecil ke dalam tangki tersebut. Memang, hiu kecil itu akan memakan sebagian ikan. Namun, kehadiran ikan pemakan ikan itu menimbulkan kekalutan di dalam tangki, ikan-ikan berlarian sekuat tenaga menghindari sergapan hiu kecil. Akibatnya, sesampai di pantai, ikan dalam kondisi segar, karena mereka terus bergerak lincah sepanjang perjalanan. Harga jual ikan pun kembali semahal harga ikan yang ditangkap di pinggir pantai. (SUMBER: http://www.sudutpandang.com/inspirasi/undanglah-hiu-hiu-kecil-dalam-hidup-anda)

B. PERTANYAAN untuk memperdalam cerita:

1. Bagaimanakah cara para nelayan membuat ikan-ikan hasil tangkapannya tetap segar dan dagingnya juga tetap enak?

2. Bagaimanakah caranya hidup kita tetap “segaaar”: bergairah dan penuh harapan?

3. Apakah “hiu-hiu kecil” yang perlu kita cari agar membuat hidup kita itu tetap segar dan penuh gairah?

4. Maukah Anda diberi “hiu-hiu kecil” dalam hidup Anda? Mengapa?

5. Jadi “hiu-hiu kecil” itu dihindari, dibiarkan atau malahan Anda mau mencari “hiu-hiu kecil” itu?

C. RANGKUMAN untuk mengantar pada pembacaan dan pendalaman Sabda Tuhan.

Saudara-Saudari, betapa kita sering menghindari “hiu-hiu kecil” dalam hidup ini, meski kita berkeinginan untuk hidup penuh kesegaran dan penuh gairah dan harapan. Akan tetapi kita malah menghindari dan tidak mau diberi “hiu-hiu kecil itu.” Hiu-hiu kecil itu bisa jadi berupa kritik yang pedas dan membodoh-bodohkan kita, atau fitnah dan tuduhan yang tidak beralasan, penilaian dan komentar yang “sekarepe inyong” atas tulisan, perkataan, pikiran dan perbuatan yang kita lakukan. “Hiu-hiu itu membuat harga diri kita ini sepertinya dipermalukan, direndahkan dan dilecehkan.” Pada saat-saat merasa “dipermalukan, direndahkan dan dilecehkan” kita merasa tidak lagi punya harapan karena kita mau mempertahankan HARGA DIRI kita agar TIDAK TERJATUH!

Kalau kita sekarang bercermin kepada Yesuss, apakah Yesus mau bersikukuh dan berkeras hati untuk mempertahankan HARGA DIRI-NYA sebagai pribadi yang SETARA DENGAN ALLAH? Marilah kita membaca Flp 2:5-11

D. BACAAN SABDA ALLAH

Bacaan diambil dari Surat Rasul Paulus kepada umat di Jemaat Filipi (2:5-11)

2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,

2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,

2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

2:9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,

2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,

2:11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa

Pengantar dan pertanyaan panduan untuk memahami Sabda Tuhan

Saudara-Saudari, Kristus Yesus walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Apakah yang terjadi “dengan pengosongan diri”? Yesus tidak menuntut hak-Nya sebagai Anak Allah untuk membela diri bahwa Ia benar. Dia juga tidak menggunakan “daya kekuatan keilahian-Nya untuk menyelamatkan diri dari kejaran, penangkapan sampai pada penyaliban-Nya”. Bagaimana kita bisa membayangkan, Yesus yang sadar diri sebagai Anak Allah membiarkan diri-Nya dipermalukan oleh bangsa-Nya sendiri: bahkan oleh para imam, ahli Taurat, tokoh agama Yahudi dan rakyat Yahudi sebagai orang yang tertuduh menghojat Allah. Itulah sebabnya tidak mengherankan Yesus berdoa di taman Getsmani, sampai keringat menetes bagaikan darah: Dia ketakutan luar biasa karena HARGA DIRINYA akan dijatuhkan dengan cara sengsara dan mati disalib!! "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. … "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.(Mat 26:38-39). Akhirnya Yesus memutuskan untuk taat kepada kehendak Bapa. Yesus “menyerahkan diri” untuk taat sampai mati bahkan mati di salib dengan bertindak sebagai manusia dalam rupa seorang hamba.

Dengan ketaatan sampai mati disalib Yesus kehilangan 3 kesempatan untuk MENAIKKAN HARGA DIRINYA:

(1) Yesus kehilangan kesempatan untuk mencari KENIKMATAN dalam mencapai tujuan, tetapi Ia memilih JALAN PENDERITAAN untuk menanggung beban dosa manusia (bdk. Godaan Yesus di padang gurun,untuk mengubah batu menjadi roti, pada saat Yesus kelaparan setelah puasa 40 hari 40 malam)

(2) Yesus kehilangan kesempatan untuk DIPUJI dan DIISTIMEWAKAN, POPULARITASNYA bukan karena kehebatan-Nya, namun dengan disalib, Yesus menjadi POPULER karena DITUDUH MENGHOJAT ALLAH. (bdk. Godaan Yesus untuk jatuh dari bubungan Bait Allah karena pastilah para malaikat akan menatangnya)

(3) Yesus kehilangan kesempatan untuk BERTINDAK & BERKUASA MENURUT KEHENDAK BEBASNYA SECARA MUTLAK, AGAR MEMILIKI BUMI dan SEGALA ISINYA, melainkan Ia menjadi pribadi yang mengambil rupa seorang hamba, yang harus menyerahkan kehendak bebasnya!

Setelah menyerahkan diri sampai taat dan mati disalib, Yesus ditinggikan oleh Bapa, dengan membangkitkan-Nya dari antara orang mati. Karena itu Kebangkitan Yesus memberikan (1) MAKNA BARU terhadap KEMATIAN. Kematian tidak lagi menjadi akhir segala-galanya, melainkan justru hidup baru, kalau kita setia memikul salib. Maka Yesus yang sudah mendahului memikul salib-Nya selalu mengajak kita untuk menyangkal diri dan memikul salib kita masing-masing. JANGAN RAGU-RAGU MEMANGGUL SALIB! KRISTUS, SANG PUTRA SULUNG SUDAH MENDAHULUI, DAN AKHIRNYA DIBANGKITKAN OLEH ALLAH BAPA!

Kebangkitan Yesus juga memberikan (2) MAKNA PENGHARAPAN AKAN KEHIDUPAN KEKAL bagi semua orang sepanjang masa, baik sebelum Yesus maupun sesudahnya dan sampai selama manusia masih di muka bumi ini. Harapan akan kehidupan kekal itu lahir karena kematian manusia telah dipersatukan dengan kematian Kristus, Sang Anak Allah. Justru karena wafat Kristus itulah, kematian manusia diangkat dalam keilahian-Nya sehingga kematian bukan lagi malapetaka melainkan “AWAL HIDUP BARU” bersama dengan Kristus yang telah bangkit.

PERTANYAAN PENDALAMAN

1. Apakah Saudara semua mau KEHILANGAN HARGA DIRI karena sering dikritik, dicela, disalah-salahkan, difitnah, jabatan dihambat? Mengapa?

2. Kalau kita tidak mau KEHILANGAN HARGA DIRI dalam berbagai macam peristiwa, masih layakkah kita menjadi pengikut Kristus, padahal kita rajin berdoa, rajin bekerja, rajin pendalaman iman, aktif berpartisipasi dalam kegiatan di masyarakat?

3. Apakah Saudara semua pernah DENGAN SENGAJA membiarkan HARGA DIRI Anda dijatuhkan oleh orang lain? Kapan? Bagaimana rasanya: SAAT TERJADI PERISTIWANYA, dan SESUDAHNYA? Adakah KEDAMAIAN setelah rela dipermalukan? Mengapa?

4. Apakah tindakan konkret yang dapat menunjukkan sikap orang mau “MEMBIARKAN HARGA DIRINYA JATUH?”

BUTIR-BUTIR REFLEKSI

1. Kehilangan harga diri tidak lain adalah INTI “SEMANGAT PENGOSONGAN DIRI”,itulah SALIB TUHAN yang dipercayakan kepada kita. Karena itu NON SENSE- OMONG KOSONG, kalau kita rajin berdoa, melayani, aktif di lingkungan dan masyarakat tapi kita begitu kukuh untuk MEMPERTAHANKAN HARGA DIRI bila menghadapi tantangan dikritik, dicurigai, dicela, difitnah atau dituduh dst.

2. Kehilangan harga diri tidak membuat kita jatuh terpuruk di hadapan Allah, meski di hadapan manusia terpuruk! Karena kita semua sudah memiliki MARTABAT SEBAGAI ANAK ALLAH DAN AHLI WARISNYA!!

3. Pengalaman akan KEDAMAIAN akan terjadi setelah kita rela mengalami pengalaman pahit: membiarkan HARGA DIRI KITA JATUH: dengan berterima kasih kalau dikritik, berilah muka tersenyum ketika difitnah dan dicurigai, mintalah untuk dinilai setelah pekerjaan selesai, dst.

MEMBUAT NIAT PRIBADI ATAU KELOMPOK:

1. Apakah yang akan kuperbuat setelah pulang pendalaman iman: adakah sikap perbuatan yang mau dilakukan dalam keluargamu secara konkret selama seminggu ini?

Tempayan Retak


Seorang tukang air di India memiliki dua tempayan besar; masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawanya menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, sedangkan tempayan yang satunya lagi tidak. Jika tempayan yang tidak retak itu selalu dapat membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, tempayan retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh.
Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari. Si tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya. Tentu saja si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya, karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun si tempayan retak yang malang itu merasa malu sekali akan ketidaksempurnaannya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari porsi yang seharusnya dapat diberikannya.
Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air, "Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu."
"Kenapa?" tanya si tukang air. "Kenapa kamu merasa malu?"
"Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa karena adanya retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacadku itu, saya telah membuatmu rugi," kata tempayan itu.
Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak, dan dalam belas kasihannya, ia berkata, "Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan."
Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur. Namun pada akhir perjalanan, ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor, dan kembali tempayan retak itu meminta maaf pada si tukang air atas kegagalannya.
Si tukang air berkata kepada tempayan itu, "Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan yang lain yang tidak retak itu?Itu karena aku selalu menyadari akan cacadmu dan aku memanfaatkannya.
Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu, dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang."
Setiap dari kita memiliki cacad dan kekurangan kita sendiri. Kita semua adalah tempayan retak. Namun jika kita mau, Tuhan Yesus akan menggunakan kekurangan kita untuk menghias meja Bapa-Nya. Di mata Tuhan yang bijaksana, tak ada yang terbuang percuma. Jangan takut akan kekuranganmu. Kenalilah kelemahanmu dan kamu pun dapat menjadi sarana keindahan Tuhan. Ketahuilah, di dalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.

Nyanyian Kakak

Kisah nyata ini terjadi di sebuah Rumah Sakit di Tennessee , USA . Seorang ibu muda, Karen namanya sedang mengandung bayinya yang kedua. Sebagaimana layaknya para ibu, Karen membantu Michael anaknya pertama yang baru berusia 3 tahun bagi kehadiran adik bayinya. Michael senang sekali akan punya adik. Kerap kali ia menempelkan telinganya di perut ibunya. Dan karena Michael suka bernyanyi, ia pun sering menyanyi bagi adiknya yang masih diperut ibunya itu. Nampaknya Michael amat sayang sama adiknya yang belum lahir itu.

Tiba saatnya bagi Karen untuk melahirkan. Tapi sungguh diluar dugaan, terjadi komplikasi serius. Baru setelah perjuangan berjam-jam adik Michael dilahirkan. Seorang bayi putri yang cantik, sayang kondisinya begitu buruk sehingga dokter yang merawat dengan sedih berterus terang kepada Karen; bersiaplah jika sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi.

Karen dan suaminya berusaha menerima keadaan dengan sabar dan hanya bisa pasrah kepada yang Kuasa. Mereka bahkan sudah menyiapkan acara penguburan buat putrinya sewaktu-waktu dipanggil Tuhan. Lain halnya dengan kakaknya Michael, sejak adiknya dirawat di ICU ia merengek terus!

“Mami ..., aku mau nyanyi buat adik kecil!” Ibunya kurang tanggap.

“Mami ..., aku pengen nyanyi!” Karen terlalu larut dalam kesedihan dan kekuatirannya.

“Mami ..., aku kepengen nyanyi!” Ini berulang kali diminta

Michael bahkan sambil meraung menangis. Karen tetap menganggap rengekan Michael rengekan anak kecil. Lagi pula ICU adalah daerah terlarang bagi anak-anak.

Baru ketika harapan menipis, sang ibu mau mendengarkan Michael. Baik, setidaknya biar Michael melihat adiknya untuk yang terakhir kalinya. Mumpung adiknya masih hidup! Ia dicegat oleh suster di depan pintu kamar ICU. “Anak kecil dilarang masuk!”. Karen ragu-ragu. “Tapi, suster...”. Suster tak mau tahu; “ini peraturan! Anak kecil dilarang dibawa masuk!” Karen menatap tajam suster itu, lalu katanya: “Suster, sebelum menyanyi buat adiknya, Michael tidak akan kubawa pergi! Mungkin ini yang terakhir kalinya bagi Michael melihat adiknya!” Suster terdiam menatap Michael dan berkata, “tapi tidak boleh lebih dari lima menit!”.

Demikianlah kemudian Michael dibungkus dengan pakaian khusus lalu dibawa masuk ke ruang ICU. Ia didekatkan pada adiknya yang sedang tergolek dalam sakratul maut. Michael menatap lekat adiknya .... lalu dari mulutnya yang kecil mungil keluarlah suara nyanyian yang nyaring "... You are my sunshine, my only sunshine, you make me happy when skies are grey ..." Ajaib! si Adik langsung memberi respon. Seolah ia sadar akan sapaan sayang dari kakaknya.”You never know, dear, How much I love you. Please don't take my sunshine away.” Denyut nadinya menjadi lebih teratur. Karen dengan haru melihat dan menatapnya dengan tajam dan terus,”... terus Michael! teruskan sayang! ...” bisik ibunya ... “The other night, dear, as I laid sleeping, I dream, I held you in my hands ...” dan sang adikpun meregang, seolah menghela napas panjang. Pernapasannya lalu menjadi teratur “... I'll always love you and make you happy, if you will only stay the same ...” Sang adik kelihatan begitu tenang ... sangat tenang.

“Lagi sayang!” bujuk ibunya sambil mencucurkan air matanya. Michael terus bernyanyi dan ... adiknya kelihatan semakin tenang, relax dan damai ... lalu tertidur lelap.

Suster yang tadinya melarang untuk masuk, kini ikut terisak-isak menyaksikan apa yang telah terjadi atas diri adik Michael dan kejadian yang baru saja ia saksikan sendiri.

Hari berikutnya, satu hari kemudian si adik bayi sudah diperbolehkan pulang. Para tenaga medis tak habis pikir atas kejadian yang menimpa pasien yang satu ini. Mereka hanya bisa menyebutnya sebagai sebuah therapy ajaib, dan Karen juga suaminya melihatnya sebagai Mujizat Kasih Ilahi yang luar biasa, sungguh amat luar biasa! tak bisa mengungkapkan dengan kata-kata.

Bagi sang adik, kehadiran Michael berarti soal hidup dan mati. Benar bahwa memang Kasih Ilahi yang menolongnya. Dan ingat Kasih Ilahi pun membutuhkan mulut kecil si Michael untuk mengatakan "How much I love you".

Dan ternyata Kasih Ilahi membutuhkan pula hati polos seorang anak kecil "Michael" untuk memberi kehidupan. Itulah kehendak Tuhan, tidak ada yang mustahil bagiNYA bila IA menghendaki terjadi.

Kadang hal-hal yang menentukan, dalam diri orang lain ...

Datang dari seseorang yang kita anggap lemah ...

Hadir dari seseorang yang kita tidak pernah perhitungkan ...

Peace & Love

Terima kasih Rachel (http://remang-remang.blogspot.com)

Minggu, 23 November 2008

Materi Pertemuan IV Adven 2008

Pertemuan 4
KEGELISAHAN HIDUP KELUARGA MENANTANG KITA UNTUK BERHARAP KEPADA TUHAN
(Luk 1:26-38)

PEMBUKAAN
Lagu Pembukaan
Pertemuan bisa diawali dengan Lagu Pembukaan yang telah dipilih dan disesuaikan dengan tema pertemuan yang akan dibahas, jika hal itu di-pandang perlu.

Doa Pembukaan
Untuk Doa Pembukaan, pemandu atau peserta yang telah ditunjuk se-belumnya dapat menyiapkan dan membawakannya sesuai dengan situ-asi konkrit umat dalam kelompok. Dengan singkat mohon penerangan Roh Kudus, agar dalam kebersamaan dapat mengolah pengalaman ma-nusiawi dan merefleksikan dalam terang Kitab Suci, dan mampu mem-buat keputusan iman dalam rangka masa adven ini.

PENGALAMAN MANUSIAWI

Kata Pengantar
Dimaksudkan agar pemandu dengan kata-kata sendiri dapat mengantar peserta masuk ke dalam pergumulan pengalaman manusiawi melalui kisah atau cerita yang tersedia.
Pemandu juga mengingatkan kembali butir-butir pokok pertemuan se-belumnya (1, 2 dan 3) serta kaitannya dalam rangka adven 2008 ini.

Pemaparan cerita/kisah
Cerita/kisah berikut dibacakan oleh pemandu atau peserta secara jelas dan pada saatnya didalami bersama-sama.

INILAH CINTA YANG SESUNGGUHNYA
Para penumpang bus memandang penuh simpati ketika wanita muda berpenampilan menarik dan bertongkat putih itu dengan hati-hati menaiki tangga. Dia membayar sopir bus, lalu dengan tangan meraba-raba kursi, dia berjalan menyusuri lorong sampai menemukan kursi yang tadi dikatakan kosong oleh si sopir. Wanita itu kemudian duduk, meletakkan tasnya di pangkuan dan menyandarkan tongkatnya pada tungkainya.
Setahun sudah lewat sejak Susan (yang berusia 34 tahun) menja-di buta. Gara-gara salah diagnosa dia kehilangan penglihatannya dan terlempar ke dunia yang gelap gulita, rasa penuh amarah, frustrasi dan juga rasa kasihan pada diri sendiri. Sebagai wanita yang independen, Susan merasa terkutuk oleh nasib mengerikan yang membuatnya ke-hilangan kemampuan, merasa tak berdaya dan menjadi beban bagi semua orang di sekelilingnya. "Bagaimana mungkin ini bisa terjadi padaku?" dia bertanya-tanya, hatinya mengeras karena marah. Tetapi betapapun seringnya ia menangis atau menggerutu atau berdoa, dia mengerti kenyataan yang menyakitkan itu --penglihatannya takkan per-nah pulih lagi-- Depresi mematahkan semangat Susan yang tadinya se-lalu optimis. Mengisi waktu seharian kini merupakan perjuangan berat yang menguras tenaga dan membuatnya frustrasi. Dia menjadi sangat bergantung pada Mark, suaminya. Mark seorang perwira Angkatan Udara. Dia mencintai Susan dengan tulus.
Ketika istrinya baru kehilangan penglihatannya, dia melihat ba-gaimana Susan tenggelam dalam keputusasaan. Mark bertekad untuk membantunya menemukan kembali kekuatan dan rasa percaya diri yang dibutuhkan Susan untuk menjadi mandiri lagi. Latar belakang militer Mark membuatnya terlatih untuk menghadapi berbagai situasi darurat, tetapi dia tahu, ini adalah pertempuran yang paling sulit yang pernah dihadapinya.
Akhirnya Susan merasa siap bekerja lagi. Tetapi, bagaimana dia akan bisa ke kantornya? Dulu Susan biasa naik bus, tetapi sekarang ter-lalu takut untuk pergi ke kota sendirian. Mark menawarkan untuk mengantarkannya setiap hari, meskipun tempat kerja mereka terletak dipinggir kota yang berseberangan.
Mula-mula, kesepakatan itu membuat Susan nyaman dan Mark puas karena bisa melindungi istrinya yang buta, yang tidak yakin akan bisa melakukan hal-hal paling sederhana sekalipun. Tetapi, Mark se-gera menyadari bahwa pengaturan itu keliru, membuat mereka ter-buru-buru, dan terlalu mahal. Susan harus belajar naik bus lagi, Mark menyimpulkan dalam hati, tetapi baru berpikir untuk menyampaikan rencana itu kepada Susan telah membuatnya merasa tidak enak.
Susan masih sangat rapuh, masih sangat marah. Bagaimana reak-sinya nanti? Persis seperti dugaan Mark, Susan ngeri mendengar ga-gasan untuk naik bus lagi. "Aku buta!" sergahnya dengan pahit. "Ba-gaimana aku bisa tahu kemana aku pergi? Aku merasa kau akan meninggalkanku". Mark sedih mendengar kata-kata itu, tetapi ia tahu apa yang harus dilakukan.
Dia berjanji bahwa setiap pagi dan sore, ia akan naik bus bersama Susan, selama masih diperlukan, sampai Susan hafal dan bisa pergi sendiri. Dan itulah yang terjadi. Selama 2 minggu penuh Mark, meng-gunakan seragam militer lengkap, mengawal Susan ke dan dari tempat kerja, setiap hari. Dia mengajari Susan bagimana menggantungkan diri pada indranya yang lain, terutama pendengarannya, untuk menemu-kan dimana ia berada dan bagaimana beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Dia menolong Susan berkenalan dan berkawan dengan sopir-sopir bus dan menyisakan 1 kursi kosong untuknya. Dia membuat Susan tertawa, bahkan pada hari-hari yang tidak terlalu menyenangkan ketika Susan tersandung dari bus, atau menjatuhkan tasnya yang pe-nuh berkas di lorong bus.
Setiap pagi mereka berangkat bersama-sama, setelah itu Mark akan naik taksi ke kantornya. Meskipun pengaturan itu lebih mahal dan melelahkan daripada yang pertama. Mark yakin bahwa hanya soal waktu sebelum Susan mampu naik bus tanpa dikawal. Mark percaya kepadanya yakni kepada Susan yang dulu dikenalnya sebelum wanita itu kehilangan penglihatannya; dia wanita yang tidak pernah takut menghadapi tantangan apapun dan tidak akan pernah menyerah. Akhirnya, Susan memutuskan bahwa dia siap untuk melakukan perja-lanan itu seorang diri. Tibalah hari senin. Sebelum berangkat, Susan memeluk Mark yang pernah menjadi kawannya 1 bus dan sahabatnya yang terbaik.
Matanya berkaca-kaca, penuh air mata syukur karena kesetiaan, kesabaran dan cinta Mark. Dia mengucapkan selamat berpisah. Untuk pertama kalinya mereka pergi ke arah yang berlawanan. Senin, Selasa, Rabu, Kamis... Setiap hari dijalaninya dengan sempurna. Belum pernah Susan merasa sepuas itu. Dia berhasil! Dia mampu berangkat kerja tanpa dikawal. Pada hari Jum'at pagi, seperti biasa Susan naik bus ke tempat kerja. Ketika dia membayar ongkos bus sebelum turun, sopir bus itu berkata: "Wah, aku iri padamu".
Susan tidak yakin apakah sopir itu bicara kepadanya atau tidak. Lagipula, siapa yang bisa iri pada seorang wanita buta yang sepanjang tahun lalu berusaha menemukan keberanian untuk menjalani hidup? Dengan penasaran, dia berkata kepada sopir, "Kenapa kau bilang kau iri kepadaku?" Sopir itu menjawab, "Kau pasti senang selalu dilindungi dan dijagai seperti itu". Susan tidak mengerti apa maksud sopir itu.
Sekali lagi dia bertanya, "Apa maksudmu?" Kau tahu minggu ke-marin, setiap pagi ada seorang pria tampan berseragam militer berdiri di sudut jalan dan mengawasimu waktu kau turun dari bus. Dia memas-tikan bahwa kau menyeberang dengan selamat dan dia mengawasimu terus sampai kau masuk ke kantormu. Setelah itu dia meniupkan ci-uman, memberi hormat ala militer, lalu pergi. Kau wanita yang ber-untung", kata sopir itu.
Air mata bahagia membasahi pipi Susan. Karena meskipun secara fisik tidak dapat melihat Mark, dia selalu bisa memastikan kehadiran-nya. Dia beruntung, sangat beruntung, karena Mark memberikannya hadiah yang jauh lebih berharga daripada penglihatan, hadiah yang tak perlu dilihatnya dengan matanya untuk meyakinkan diri --hadiah cinta yang bisa menjadi penerang dimanapun ada kegelapan—



Panduan Pertanyaan:
a. Dari kisah tersebut, perubahan Susan menjadi buta dampaknya juga dialami oleh suaminya. Menyimak kisah pasangan suami istri (pasutri) itu dalam menghadapi dan mengatasi persoalan-nya, nilai-nilai positip apa saja yang dapat membuat hidup me-reka menjadi tegar.
b. Jika di dalam berkeluarga sedang dirundung persoalan, kege-lisahan, ataupun ketidakpastian, sikap dan semangat macam apa yang semestinya dihindari sehingga tidak semakin menam-bah beban?

PENGALAMAN IMAN
Pengantar sebelum bacaan Kitab Suci
Diusahakan agar pemandu merangkum hasil Panduan pertanyaan no. 1 dan 2 dilanjutkan ajakan untuk bersama-sama menggumuli teks Kitab Suci agar mendapatkan terang atau menangkap pesan yang terkandung di dalamnya.
Jika dipandang perlu pemandu juga dapat menjelaskan sekitar perikopa Kitab Suci yang akan dibaca dan digumuli bersama.

Bacaan Kitab Suci
Teks Kitab Suci berikut dibacakan oleh pemandu atau peserta secara jelas dan pada saatnya didalami bersama-sama.

Pemberitahuan tentang kelahiran Yesus Luk 1:26-38
26 Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret,
27 kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang ber-nama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria.
28 Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau."
29 Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu.
30 Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.
31 Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.
32 Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Maha-tinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,
33 dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai se-lama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan."
34 Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin ter-jadi, karena aku belum bersuami?"
35 Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Al-lah.
36 Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang me-ngandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.
37 Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil."
38 Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu mening-galkan dia.
Panduan Pertanyaan:
a. Hal-hal apa saja yang dialami Maria dalam perjumpaannya dengan malaikat Gabriel?
b. Apa yang mendasari dan memampukan Maria sehingga dapat menjawab seperti pada ayat 38?
c. Belajar dari keteladanan Maria, sikap dan semangat iman ma-cam apa yang diperlukan jika dalam keluarga menghadapi per-soalan dan ketidak pastian (kegelisahan)?

REFLEKSI DAN KEPUTUSAN IMAN (AKSI NYATA)

Rangkuman dan refleksi

Pemandu merangkum butir-butir pokok dalam pertemuan ini.Pemandu selanjutnya mengajak peserta untuk refleksi.Butir-butir refleksi berikut dapat dikembangkan lebih lanjut oleh pe-mandu bertolak dari situasi konkrit peserta:

Walaupun Maria belum tahu persis apa jaminan tentang keselamatan itu, dia tetap berani berharap dan tetap percaya kepada Allah.
Apakah dalam keraguan dan ketidakpastian yang sering dihadapi dalam keluarga, kita masih berani berharap? Masih berani pasrah kepada Allah?
Apakah kita masih berani mendampingi dan memberdayakan anggota keluargaku yang lemah dan tak berdaya?

Membuat Aksi nyata
Aksi nyata pribadi (perorangan); pemandu menjelaskan dan mengajak peserta untuk membuat rencana aksi nyata sebagai salah satu bentuk pertobatan dan akan dikerjakannya secara pribadi.
Aksi nyata bersama: seusai menggumuli tema ke 4 ini yang merupakan puncak pendalaman iman, pemandu selanjutnya menjelaskan dan mengajak peserta untuk membuat rencana aksi nyata sebagai salah satu bentuk pertobatan dan akan dikerjakannya dalam kebersamaan.

PENUTUP
Doa Penutup
Untuk Doa Penutup, pemandu atau peserta yang telah ditunjuk se-belumnya dapat menyiapkan dan membawakannya sesuai dengan situ-asi konkrit umat dalam kelompok.

Lagu Penutup
Seluruh pertemuan bisa diakhiri dengan Lagu Penutup yang telah di-pilih dan disesuaikan dengan tema pertemuan yang dibahas, jika hal itu dipandang perlu.



oyso

Materi Pertemuan III Adven 2008

Pertemuan 3
RELASI DALAM KELUARGA
(Yes 61:1-11)


PEMBUKAAN
Lagu Pembukaan
Jika dipandang perlu, pertemuan diawali dengan Lagu Pembukaan yang telah dipilih dan disesuaikan dengan tema pertemuan yang akan dibahas.

Doa Pembukaan
Untuk Doa Pembukaan, pemandu atau peserta yang telah ditunjuk sebelumnya dapat menyiapkan dan membawakannya sesuai dengan situ-asi konkrit umat dalam kelompok.

Kata Pengantar
Dimaksudkan agar pemandu dengan kata-kata sendiri dapat mengantar peserta masuk ke dalam pergumulan pengalaman manusiawi melalui kisah atau cerita yang tersedia.
Pemandu juga dapat mengingatkan kembali butir-butir pokok perte-muan sebelumnya (1 dan 2) serta kaitannya dalam rangka adven 2008 ini.

PENGALAMAN MANUSIAWI
Pemaparan cerita/kisah
Cerita/kisah berikut dibacakan oleh pemandu atau peserta secara jelas dan pada saatnya didalami bersama-sama.

PIZZA HUT: PENYEGAR RELASI YANG HAMBAR?

Belum lama ini, sahabatku begitu ceria. Harapan yang dinantikan akhirnya terjadi juga. Jerawati namanya. Begitulah, tidak menyangka, relasi dengan Panurata akhirnya kembali segar, meski masih ada se-nyum kecut di bibirnya yang tebal! Relasi itu kembali segar, sejak Je-rawati mengirimkan Pizza Hut kesenangan Panurata!
Namun benarkah, Pizza Hut itu meluluhkan hati Panurata yang sempat dendam pada Jerawati? Kalau begitu, rendahkah harga diri Jerawati, sehingga ia dimaafkan karena kirim Pizza? Ataukah Pizza itu membe-rikan "kegembiraan" untuk Panurata yang sedang kesepian? Menurut-ku kalau itu benar-benar terjadi, nilai pengampunan hanya diukur ma-terialistis banget... jangan-jangan senyum itu senyum matrek. Orang mengampuni kok karena hobbynya dipenuhi... Waaaah! Atau biarlah meski matrek, toh akhirnya bisa tersenyum?
Rasa-rasanya... Jerawati tetap "diacungi jempol" karena ia tidak lagi gengsi untuk memberi pizza itu kepada Panurata meski rasanya "sakit hati" itu belum sungguh sungguh hilang. Namun, itulah sebuah usaha yang luar biasa untuk "membuat komunikasi" tercipta kembali. Dia ber-harap, pizza itu menjadi sebuah "tali kasih" yang menyambung kembali relasi yang sudah terpatah. Itulah tanda Jerawati mulai matang sebagai pribadi.
Begitulah juga harapan untuk Panurata. Semoga Panurata tidak meng-ampuni hanya gara gara diberi pizza itu, tapi ia mengampuni dengan tulus hati..... Dengan tulus hati itu, berarti ia tidak lagi memandang Jerawati dengan kacamatanya sendiri. Ia tidak lagi menghakimi, mela-inkan percaya penuh harapan bahwa orang yang bersalah itu mampu tumbuh dan berkembang makin baik!

Pertanyaan panduan sharing
1. Apakah sikap Panurata dapat dibenarkan kalau ia mengampuni Jerawati karena hobbynya makan pizza sudah terpuaskan? Menga-pa?
2. Apakah tindakan Jerawati dapat dibenarknya kalau ia mau mem-bina relasi dengan Panurata, tapi dengan cara memberi “pizza” kesukaan Panurata?
3. Siapakah yang memiliki “harapan” untuk memulihkan relasi yang telah hambar antara Panurata dan Jerawati? Mengapa?
4. Apakah cerita “Panurata dan Jerawati” tadi juga pernah terjadi di lingkungan atau keluarga Anda?

PENGALAMAN IMAN
Rangkuman dan pengantar bacaan Kitab Suci . Diusahakan agar pemandu merangkum hasil Panduan pertanyaan no. 1 dan 4. Pemandu menyampaikan pengantar untuk merenungkan Kitab Suci dengan kata-kata sendiri. Pengantar berikut hanya merupakan contoh.

Setelah kita mensharingkan kisah tadi dan mengaitkan dengan hidup keluarga kita, sebagaimana Jerawati berinisiatif untuk mem-bangun relasi dengan Panurata, apapun caranya, demikian pula dalam kitab nabi Yesaya, kita akan mengenal figur Yesaya yang berinisiatif untuk mengembalikan relasi umat-Nya yang sedang putus asa dalam masa pembuangan dengan cara meyakinkan dirinya sebagai “utusan Allah” yang dipanggil untuk membebaskan orang dari segala penderi-taannya.
Nabi Yesaya mewartakan pengharapan akan kehadiran Tuhan yang akan mengubah nasib mereka. Relasi dengan Tuhan yang dira-sakan “kering dan tiada harapan lagi” menjadi saat-saat istimewa bagi Yesaya untuk mewartakan JANJI TUHAN yang akan terjadi. Janji itu dipenuhi oleh Tuhan dalam kerjasama dengan nabi Yesaya.
Tuhan membutuhkan kehadiran Yesaya di tengah orang seng-sara, orang yang remuk redam, dan orang tawanan, orang yang ter-kurung. Bagaimana Yesaya bersedia hadir di tengah-tengah mereka yang menderita, kalau Yesaya tidak mengambil keputusan apapun dan berdiam diri. Keputusan itu dibuat oleh Yesaya, karena ia mampu mendengarkan rencana Allah pada diri-Nya. Kemampuan itu diberikan oleh Roh Tuhan. “Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku”. Bagaimanakah Roh itu berkarya secara nyata, kalau “Yesaya tidak bangkit, berdiri, berjalan dan menemui orang orang yang sedang berputus asa dan menderita?” Sekarang kita akan membaca, memahami dan merenungkan cu-plikan dari kitab nabi Yesaya

Bacaan dari Kitab Nabi Yesaya 61:1-11
1 Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah meng-urapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang re-muk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara,
2 untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung,
3 untuk mengaruniakan kepada mereka perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian puji-pujian ganti semangat yang pudar, supaya orang menyebutkan mereka "pohon tarbantin kebenaran", "tanaman TUHAN" untuk memperlihatkan keagungan-Nya.
4 Mereka akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan mendirikan kembali tempat-tempat yang sejak dahulu menjadi sunyi; mereka akan membaharui kota-kota yang runtuh, tempat-tempat yang telah turun-temurun menjadi sunyi.
5 Orang-orang luar akan melayani kamu sebagai gembala kambing dombamu, dan orang-orang asing akan bekerja bagimu sebagai petani dan tukang kebun anggurmu.
6 Tetapi kamu akan disebut imam TUHAN dan akan dinamai pelayan Allah kita. Kamu akan menikmati kekayaan bangsa-bangsa dan akan memegahkan diri dengan segala harta benda mereka.
7 Sebagai ganti bahwa kamu mendapat malu dua kali lipat, dan sebagai ganti noda dan ludah yang menjadi bagianmu, kamu akan mendapat warisan dua kali lipat di negerimu dan sukacita abadi akan menjadi kepunyaanmu.
8 Sebab Aku, TUHAN, mencintai hukum, dan membenci perampasan dan kecurangan; Aku akan memberi upahmu dengan tepat, dan akan mengikat perjanjian abadi dengan kamu.
9 Keturunanmu akan terkenal di antara bangsa-bangsa, dan anak cucumu di tengah-tengah suku-suku bangsa, sehingga semua orang yang melihat mereka akan mengakui, bahwa mereka adalah keturunan yang diberkati TUHAN.
10 Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya.
11 Sebab seperti bumi memancarkan tumbuh-tumbuhan, dan seperti kebun menumbuhkan benih yang ditaburkan, demikianlah Tuhan ALLAH akan menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa-bangsa.
Panduan pertanyaan
1. Siapakah yang berinisiatif memanggil Yesaya untuk terlibat membe-baskan orang-orang dari penderitaannya?
2. Manakah janji Tuhan yang akan terjadi kepada umat Israel yang berada dalam pembuangan?
Pemandu merangkum butir-butir pokok dalam bagian ini.


REFLEKSI DAN KEPUTUSAN IMAN (AKSI NYATA)

Refleksi
Pemandu selanjutnya mengajak peserta untuk refleksi.
Butir-butir refleksi berikut dapat dikembangkan lebih lanjut oleh pe-mandu bertolak dari situasi konkrit peserta.

Dalam kaitan dengan hidup berkeluarga:
1. Siapakah yang memanggil Anda untuk hidup sebagai suami dan isteri? Apakah Anda sungguh yakin akan panggilan Anda? Mengapa?
2. Dari anggota keluarga: siapakah yang akan berinisiatif untuk per-tama-tama berusaha “menyegarkan relasi” yang hambar dan kering akibat konflik keuangan, konflik beda pendapat dst?
3. Bagaimanakah cara untuk menyegarkan relasi antar anggota keluarga yang sudah “kering”, tidak hangat? Ingatkah Anda akan Janji Nikah Anda?kalau ingat, lalu apakah yang harus dibuat?
4. Mungkinkah hidup dalam keluarga itu mengalami damai tanpa “doa”, tanpa menaruh harapan bahwa sesamaku bisa tumbuh dan berkembang, dan tanpa keberanian untuk “terlibat” dalam mengampuni agar relasi makin membaik? Mengapa?
5. Apakah Anda mampu mengampuni? Kalau tidak mampu, apakah Anda berdoa kepada Bapa dan meminta Roh Kudus agar mampu mengampuni sehingga segarlah kembali relasi dalam keluarga?

Peneguhan
Saudara-Saudara terkasih, setelah sharing cerita tentang Panurata dan Jerawati, serta mendalami bacaan di atas, kita menemukan beberapa gagasan inspiratif untuk hidup keluarga kita.
1. Roh Tuhan yang hadir dalam diri Yesaya, sekarang Roh Tuhan itu, yakni Roh Kudus juga hadir dalam keluarga berkat sakramen baptis dan sakramen perkawinan. Akan tetapi Roh itu tidak akan otomatis berkarya kalau kita tidak membuka diri dan meminta kehadiran-Nya.
2. Yesaya mengalami karya Roh Tuhan untuk hadir dan terlibat mem-bawa tanda pengharapan di tengah orang yang putus asa dan tertindas, karena Yesaya terbuka dan memutuskan untuk menerima Roh itu.
3. Demikianlah kita, harus membuka diri untuk terbuka dan meminta supaya Roh Kudus mengubah hati kita yang beku dan keras membatu, agar menjadi hati yang lemah lembut, sehingga tidak lagi terjadi “sikap mau membela diri sendiri dan mau menangnya sendiri” melainkan menjadi sikap yang murah hati untuk meng-ampuni, dan terbuka untuk dikritik serta berkembang lebih baik lagi.
4. Dengan sikap murah hati itulah kita menjadi “tanda pengharapan Tuhan” di tengah relasi keluarga yang sering kering dan hambar akibat konflik. Menjadi tanda pengharapan di tengah konflik, tidak lain adalah “mau mengampuni”: bukan melupakan kesalahan, melainkan memberi kesempatan bahwa orang itu bisa dipercaya tumbuh dan berkembang dari kerapuhannya!
5. Kita tidak mampu mengampuni tanpa mohon karunia Roh Kudus, karena pengampunan itu melawan kuasa dosa. Hanya dalam ker-jasama dengan Roh Tuhan itu, sebagai anak-anak Allah, kita akan mampu bertindak mengampuni tanpa batas kepada sesamaku dalam keluarga (bdk. Rom 8:15). Dengan mengampuni, kita meng-alami “kemerdekaan sebagai anak-anak Allah. “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!’

Membangun Niat
Tuliskan niat pribadi Anda pada sebuah potongan kertas! Ingatlah dan kerjakan dalam hidup Anda sebagai suami, isteri, ayah, ibu atau anak! Simpanlah kartu itu dengan cara menempel di meja kerja, di pintu atau di buku harian Anda!

PENUTUP

Doa Penutup
Untuk Doa Penutup, pemandu atau peserta yang telah ditunjuk se-belumnya dapat menyiapkan dan membawakannya sesuai dengan situ-asi konkrit umat dalam kelompok.

Lagu Penutup
Seluruh pertemuan bisa diakhiri dengan Lagu Penutup yang telah di-pilih dan disesuaikan dengan tema pertemuan yang dibahas, jika hal itu dipandang perlu.

Materi Pertemuan II Adven 2008

Tema 2
KETERBUKAAN MEMBAWA KEDAMAIAN
(Mark 1:1-8)

PEMBUKAAN
Lagu Pembukaan (MB 376)
Atau dicari yang lain yang lebih sesuai dengan tema dan kondisi umat.

Doa Pembukaan
Pemandu diberi kepercayaan menyiapkan doa pembukaan sendiri.

Pengantar
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Hari ini kita memasuki pendalaman iman yang kedua, dengan tema “KETERBUKAAN MEMBAWA KEDAMAIAN”. Walau dunia sekitar kita hiruk-pikuk suaranya, keadaan ekonomi gonjang-ganjing, namun alang-kah indahnya jika semua orang menyadari Tuhan itu sumber bahagia. Alangkah indahnya juga jika keluarga kita hidup damai dan bahagia. Sering dikatakan bahwa kedamaian dan kebahagiaan itu bermula dari kejujuran dan keterbukaan, maka marilah kita simak sekelumit cerita di bawah ini kemudian kita dalami dalam kebersamaan.

PENGALAMAN MANUSIAWI
(Pemandu atau salah seorang peserta bisa diminta untuk membacakan cerita di bawa ini dengan pelan dan jelas)

SEORANG PENJUAL MINYAK GORENG
Seorang penjual minyak goreng keliling seperti biasa Ia menjajakan dagangannya di tepian Sungai Ciliwung. "Nyak nyak minyaaaaaaaaaaaaak", teriaknya.
Di jalanan menurun tiba-tiba gerobaknya yang penuh dengan botol minyak tergelincir ke Sungai Ciliwung. Plung ... lap ...tenggelam deh ceritanya... Huuuuu ... huuuu .... menangislah dia .... "Harus kuberi makan apa istriku nanti ... huuu...” gumamnya
Tiba-tiba ... ada Malaikat yang baik hati muncul dan bertanya : "Hai,DABRUDIN ... kenapa gerangankah sehingga engkau menangis begitu?"
E..ternyata ... namanya DABRUDIN ... tahu juga ya itu Malaikat?!
"Oh, Malaikat ... gerobak minyak goreng saya tergelincir ke sungai ..."
"Baiklah ... aku akan ambilkan untukmu ..."
Tiba-tiba Malaikat itu menghilang dan muncul lagi dengan sebuah kereta kencana dari emas, penuh dengan botol dari intan ... "Inikah punyamu?" tanya Malaikat ...
"Bukan ... gerobakku tidak sebagus itu ... mana mungkin penghasilan saya yang 3 juta sebulan bisa beli kereta kencana? Itu pun sudah ditambah komisi penjualan yang cuma sedikit.
"Malaikat itu pun menghilang lagi dan muncul dengan sebuah kereta perak dengan botol dari perunggu. "Inikah punyamu?" tanyanya lagi.
"Bukan, hai Malaikat yang baik ... Punyaku cuma dari besi biasa .. botolnya juga botol biasa ..."
Lalu Malaikat itu pergi lagi ... dan kali ini kembali dengan gerobak dan botol Si DABRUDIN."Inikah punyamu?"
"Puji Tuhan... benar ya Malaikat. Terima kasih sekali engkau telah meng-ambilkannya untukku".
Malaikat berkata", Engkau jujur sekali, ya DABRUDIN. Untuk itu sebagai hadiah ... aku berikan semua kereta dan botol tadi untukmu ...""???????? Ya, Tuhan, terimakasih .... terima kasih ya Allah ... terimakasih ya Malaikat ..." Sebulan kemudian, DABRUDIN refresing bersama istrinya di sungai yang sama ... Naas tak dapat ditolak, malang tak bisa dihindari ... Perahu karetnya terbalik dan istrinya hanyut... "Huuuuuuuuuuuuuuuuuu.... huuuuuuuuu ...... istriku ... di mana engkau ....", isaknya ...
Tiba-tiba Malaikat pun muncul lagi ... "Kenapa lagi engkau, ya DABRUDIN?" "Istri saya hanyut dan tenggelam di sungai, …Malaikat ..."
"Ohhh ... tenang ... aku ambilkan ..."
Plash ... Malaikat itu menghilang dan iba-tiba muncul kembali sambil mem-bawa Nafa Urbach ... yang ada tato awar di perutnya ... "Inikah istrimu?" tanya Malaikat ... "Betul, Malaikat ... dialah istriku ..."
"Haaaaaa .... DABRUDIN!!!" Malaikat membentak marah. "Sejak kapan kamu berani bohong? Di manakah kejujuran kamu sekarang?" Sambil bergetar dan berjongkok ... DABRUDIN berkata : "Ya, Malaikat ... kalau aku jujur ... nanti engkau menghilang lagi dan membawa Bella Saphira ... kalau kubilang lagi bukan ... maka engkau akan menghilang lagi dan membawa lagi istriku yang sebenarnya ... Lalu ... engkau akan bilang bahwa aku jujur sekali ... dan engkau akan memberikan ketiga-tiganya kepadaku... Buat membiayai hidup Nafa saja aku bingung gimana caranya ... apalagi tiga-tiganya??? "Malaikat pun termangu dan bengong... "Benar juga... kamu realistis ..."

Pertanyaan Panduan pengalaman Manusiawi
1. Pesan apa yang anda tangkap dari cerita tadi?
2. Di jaman sekarang ini “Dalam keluarga tidak perlu jujur dan terbuka lagi”. Setujukah, Bagaimana pengalaman anda?

PENGALAMAN IMAN

Bacaan Kitab Suci (Mark 1:1-8)
1 Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah.
2 Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: "Lihatlah, Aku me-nyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan ja-lan bagi-Mu;
3 ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya",
4 demikianlah Yohanes Pembaptis tampil di padang gurun dan me-nyerukan: "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu."
5 Lalu datanglah kepadanya orang-orang dari seluruh daerah Yudea dan semua penduduk Yerusalem, dan sambil mengaku dosanya mereka dibaptis di sungai Yordan.
6 Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan.
7 Inilah yang diberitakannya: "Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.
8 Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus."

Pengantar Mendalami Kitab Suci
Disampaikan oleh pemandu dengan kata-kata sendiri.

Yesaya berpesan; “Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskan-lah jalan bagi-Nya”, kalimat ini tentunya bisa ditangkap bahwa masih ada jalan-jalan yang tidak lurus yang masih perlu diluruskan, sehingga jalan-jalan itu belumlah layak untuk menyambut kehadiran Tuhan.
Yohanes juga mengajak “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu.", artinya bahwa untuk menyambut kedatangan Tuhan, orang perlu bertobat, mengubah kebiasaan-kebiasaan lama yang kurang baik,kepada kebiasaan-kebiasaan yang lebih baik, yang sejalan dengan kehendak Tuhan. Namun bagaimana bisa diluruskan kalau tidak tahu ada jalan yang bengkok, tidak tahu mana yang harus diubah

Marilah kita renungkan bersama dengan menjawab pertanyaan di bawah ini.


Pertanyaan Panduan Pendalaman Iman:
1. Dalam mengelola Ekonomi Rumah Tangga, kita dengar istilah “Duit lanang- duit wadon”. Artinya ada sementara penghasilan yang tidak boleh diketahui oleh pasangan bahkan oleh anggota keluarga, Setujukah anda? Mengapa!
2. Ada sementara orang berpendapat: “semua gaji sudah saya serah-kan ibumu” atau sebaliknya, sehingga aku sudah tidak mau tahu lagi. Bagaimana pendapat anda?
3. Buatlah satu niat (satu kata) kesepakatan yang akan dibuat dalam minggu ini.
(Peserta menuliskan satu kata niat pada kertas untuk dipasang di rumah, ditempelkan pada tempat yang sering dilaluinya, sehingga punya harapan selalu dibaca atau dibatinkan setiap kali lewat dide-katnya)

Membuat Keputusan Iman
• Setiap peserta diberi kesempatan untuk membuat satu niat yang mendasak diperjuangkan dalam keluarga.
• Niat ditulis dalam selembar kertas kecil yang telah disediakan.

Doa Spontan
Setelah dianggap cukup sharing dan niatnya ditulis, pemandu membuka doa umat secara spontan dan mempersilakan peserta untuk melanjut-kannya dengan doa-doa pribadi secara spontan pula.

Doa Bapa kami
Saudara-i terkasih marilah kita berdoa sebagaimana Kristus telah mengajarkan doa kepada para murid-Nya. Bapa kami……….
.
Doa Penutup
Pemandu menutup pertemuan ini dengan doa penutup yang isinya: Syukur atas rahmat Allah yang boleh membimbingnya sehingga dapat membagikan pengalamannya, dan mohon berkat atas niatnya sehingga dapat mengubah hidupnya dengan harapan keluarga semakin jujur dan terbuka, dan kelak Damai natal akan menghiasi keluarga kita.


Lagu Penutup (MB 308)
Atau dicari yang lain yang lebih sesuai dengan tema dan kondisi umat.

Materi Pertemuan I Adven 2008

TEMA 1
BERCERMIN PADA HIDUP NABI YESAYA
MENJADI TANDA PENGHARAPAN
BAGI ORANG YANG BERPUTUS ASA
(Yes 63:16b-17; 64:1.3b-8)

PEMBUKAAN

Lagu pembuka
Pertemuan bisa diawali dengan lagu pembuka yang sesuai dengan tema pembicaran.

Doa Pembuka
Pemandu menyiapkan doa pembuka sendiri. Doa pembuka mengarah pada tema pembicaraan.

Pengantar singkat
Pemandu memberikan pengantar tentang tema pertemuan dan proses pertemuan yang akan dilaksanakan.

PENGALAMAN MANUSIAWI
Dibaca dan di dalami dalam kebersamaan.

KESETIAAN TRIMBIL DIUJI
Di tengah situasi krisis energi dan mahalnya bahan bakar minyak (BBM), Trimbil ingin mengubah air menjadi minyak dengan tujuan membantu banyak orang untuk mendapatkan minyak dan menjadi kaya raya.
Trimbil mendapat “wangsit” supaya ia pergi menemui seorang ahli kimia, yang tinggal di sebuah goa di tengah hutan. Trimbil hanya diperkenankan mengajukan satu pertanyaan “bagaimana caranya mengubah air menjadi minyak”.
Setelah menempuh perjalanan jauh, melelahkan dan penuh tantangan akhirnya Trimbil berjumpa dengan ahli kimia yang ditunjukkan dalam wangsit. Trimbil berjumpa dengan seorang yang berparas cantik jelita dan menawan hati. Dengan hati terpesona trimbil mengajukan pertanyaan “Apakah Nona sudah menikah?”

Pertanyaan pengalaman manusiawi
a. Apakah Trimbil orang yang konsisten/setia? Mengapa?
b. Apakah Anda pernah mengalami godaan tidak konsisten/setia dalam keluarga? Mengapa?

PENGALAMAN IMAN
Disampaikan oleh pemandu dengan kata-kata sendiri.
Saudara-saudari, Trimbil adalah orang yang tidak konsisten/setia dengan apa yang telah disepakati/”diwangsitkan”. Dalam perja-lanannya setelah menemukan hal-hal yang lebih menarik, mempesona Trimbil berubah pikiran. Kita sering juga tidak konsisten/setia dengan apa yang telah menjadi kesepakatan, sehingga bisa menimbulkan konflik. Kita masing-masing mempertahankan pendapatnya sendiri, mau menangnya sendiri. Pada saat mengalami konflik merasa tidak ada harapan untuk bangun kembali, merasa ditinggalkan oleh Tuhan. Walaupun sebenarnya Tuhan tidak membiarkan kita. Kita dalam situasi yang terpuruk/rapuh tetap mempunyai harapan, seperti nabi Yesaya ketika menghadapi bangsa Israel.
Yesaya berada dalam situasi bangsa Israel yang terpuruk, yang tidak mempunyai harapan lagi. Tetapi Yesaya hadir membawa harapan atau damai, karena ia mempunyai relasi baik dengan Tuhan, tidak mencari kepentingan diri, mau bersusah-susah dan mau bersama dengan mereka. Bangsa Israel sadar dan mengakui kelemahannya dengan mengatakan: “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin” (Yes 64:6).
Dalam situasi ini Yesaya mengajak umat Israel untuk mengakui, kelemahan, kerapuhan tetapi berpengharapan kepada Tuhan. Mengakui Allah sebagai Bapa yang sebenarnya. Maka marilah kita simak kutipan Yes 63:16b-17; 64:1.3b-8.

Bacaan Kitab Suci (Yes 63:16b-17; 64:1.3b-8)
Dibaca dan di dalami dalam kebersamaan.

Yes 63:16b-17; 64:1.3b-8
16 Sungguh, Abraham tidak tahu apa-apa tentang kami, dan Israel tidak mengenal kami. Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu ialah "Penebus kami" sejak dahulu kala.
17 Ya TUHAN, mengapa Engkau biarkan kami sesat dari jalan-Mu, dan mengapa Engkau tegarkan hati kami, sehingga tidak takut kepada-Mu? Kembalilah oleh karena hamba-hamba-Mu, oleh karena suku-suku milik kepunyaan-Mu!
1 Sekiranya Engkau mengoyakkan langit dan Engkau turun, sehingga gunung-gunung goyang di hadapan-Mu
3 karena Engkau melakukan kedahsyatan yang tidak kami harapkan, seperti tidak pernah didengar orang sejak dahulu kala!
4 Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada mata yang melihat seorang allah yang bertindak bagi orang yang menanti-nantikan dia; hanya Engkau yang berbuat demikian.
5 Engkau menyongsong mereka yang melakukan yang benar dan yang mengingat jalan yang Kautunjukkan! Sesungguhnya, Engkau ini murka, sebab kami berdosa; terhadap Engkau kami membe-rontak sejak dahulu kala.
6 Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesa-lehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyap-kan oleh angin.
7 Tidak ada yang memanggil nama-Mu atau yang bangkit untuk berpegang kepada-Mu; sebab Engkau menyembunyikan wajah-Mu terhadap kami, dan menyerahkan kami ke dalam kekuasaan dosa kami.
8 Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu.

Pertanyaan Pendalaman iman
1. Situasi macam apa yang dialami bangsa Israel menurut teks Yesaya tersebut?
2. Usaha-usaha apa yang harus diperjuangkan dalam keluarga yang sedang mengalami kelemahan, kerapuhan?

REFLEKSI DAN KEPUTUSAN IMAN (AKSI NYATA)
• Setiap peserta diberi kesempatan untuk membuat satu niat yang mendasak diperjuangkan dalam keluarga.
• Niat ditulis dalam selembar kertas kecil yang telah disediakan.
Doa spontan
Peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan doa secara spontan baik permohonan, syukur serta niat-niat nya.

Sabtu, 22 November 2008

Sebuah usaha memahami Sakramen Perkawinan "secara baru"

Saudara-Saudari terkasih,
Usaha memahami Sakramen Perkawinan secara "baru" ini saya gulirkan dalam beberapa tulisan. Mengapa "secara baru", karena gagasan ini saya tuangkan dalam rangka memperdalam gagasan retret para imam Keuskupan Purwokerto (10-14 Nov 2008) di Purwokerto bersama Fr Fio Mascarenhas dari India, yang menekan pentingnya relasi umat beriman dengan Tritunggal Mahakudus. Saya menempatkan status diri dalam tulisan ini sebagai seorang imam dan sebagai seorang anak dalam keluargaku. Karena itu tulisan saya ini barangkali banyak bernuansa teologis daripada praksis. Justru karena kurang praksis, terbukalah kesempatan untuk Anda semua, untuk mengkritik tulisan ini atau memberi komentar apapun, juga yang "nakal" sekalipun dipersilakan.

Tulisan ini dibagi menjadi 2 bagian: (A) Suami isteri sebagai mitra kerja Allah dan (B) Peran suami isteri sebagai imam, nabi dan raja.

A. Suami isteri sebagai "mitra rekan kerja Allah"
Dalam Perayaan Sakramen Pernikahan, kita sering mendengarkan Sabda Tuhan yang diwartakan seperti ini, "Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan,sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia (Mrk 10:6-9)

Sabda Tuhan yang menegaskan kebersatuan suami isteri itu dan sifat monogaminya, juga ditegaskan dalam Kitab Hukum Kanonik 1983, kan. 1056:

"Ciri-ciri hakiki perkawinan ialah unitas (kesatuan=monogami) dan indissolubilitas (sifat tak-dapat-diputuskan), yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen."

Sifat monogami dan sifat tak dapat diputuskan itu tentulah dimengerti oleh para calon suami isteri sebelum mereka mengucapkan kesepakatan janji nikah. Janji nikah yang diucapkan pria dan wanita yanga dibaptis, dan diucapkan di hadapan Allah dan Gereja, mereka berdua telah "saling menerimakan sakramen perkawinan". Kesepakatan nikah pria dan wanita yang dibuat dengan tahu, sadar dan bebas dari segala paksaan apapun, adalah keputusan untuk "menjadi mitra Allah" dalam karya keselamatan-Nya.

Suami isteri menjadi "mitra Allah" dengan "hidup dalam persekutuan sebagai "Gereja keluarga". "Apakah artinya "persekutuan" bagi suami isteri? Artinya, saat mengucapkan janji nikah di hadapan Allah dan Gereja, suami isteri saling "menukar" hidup dan pribadinya. Suami menyatakan "engkau isteriku, seluruh dirimu kugantikan dengan diriku. Demikian juga isteri bersedia "engkau suamiku, seluruh dirimu kugantikan dengan diriku". Maka dengan pertukaran itu, suami dapat memandang dan memperlakukan isterinya, sebagai "dirinya sendiri" , sebaliknya begitu. Dengan kata lain, suami isteri saling mengarahkan jerih payahnya untuk hidup pasangannya, bukan hidup dirinya sendiri. Itulah "mengasihi sesama seperti dirinya sendiri" dalam keluarga. Kasih antar sesama itu dapat menjadi "tanda kasih yang hidup dari kesetiaan kasih Allah kepada manusia.

Allah Bapa tidak menyesal menciptakan manusia, meskipun Adam dan Hawa, akhirnya jatuh dalam dosa asal. Keturunan merekapun satu per satu, bergantian, turun temurun, dari generasi satu ke generasi yang lain, mewarisi dosa asal. Maka setelah melalui sejarah yang berliku-liku, Allah mengutus Putera-Nya yang tunggal, Yesus untuk hidup dan tinggal bersama manusia.

Kristus itulah yang melaksanakan tugas untuk menebus dosa manusia, dengan hidup dan wafat-Nya di kayu salib. Tugas itu dilaksanakan dengan sempurna oleh Kristus sehingga Allah tidak segan untuk meninggikan "Dia di atas segala nama", dengan membangkitkan-Nya pada hari ketiga. Kebangkitan itu menganugerahkan kebebasan sebagai anak-anak Allah. Akan tetapi kebebasan itu tidak serta merta ditanggapi manusia untuk hidup di dalam Roh, mengasihi Allah dan sesama, malahan kerap kali kebebasan itu disalahgunakan untuk "bekerjasama dengan kuasa kegelapan dosa", yakni hidup menurut daging. Karena itulah, Yesus mengutus Roh-Nya sendiri setelah 50 hari kebangkitan-Nya agar manusia mampu memenangkan pertempuran antara kehendak untuk hidup dalam Roh dan kecenderungan hidup dalam kegelapan dosa

Dengan lain kata, keputusan pria dan wanita untuk hidup menikah, adalah buah Roh Kudus, yakni menggunakan kebebasannya sebagai anak Allah untuk mewujudkan panggilan dasarnya sebagai citra dan anak-Nya untuk mencintai seperti Allah mencintai manusia. Panggilan dasar itu diwujudkan dalam hidup pernikahan. Maka sakramen pernikahan memperbaharui buah buah sakramen pembaptisan. Buah sakramen pembaptisan, tidak hanya mendapat anugerah kebebasan sebagai anak Allah, melainkan juga memberi daya kekuatan untuk menggulirkan kebebasan itu dalam tiga perannya: sebagai imam, nabi dan raja.


B.Tiga peran Suami Isteri dalam kemitraan dengan Allah

Suami isteri kristiani sebagai orang yang dibaptis telah dipercaya menjadi anak-Nya sekaligus ahli waris. Karena itu mereka dipanggil untuk menjadi imam, nabi dan raja

Sebagai imam, suami isteri dipanggil untuk membangun relasi yang intim dengan Allah. Relasi itu dibangun dengan "merayakan iman" dan "mewujudkan iman dalam tindakan kasih." Tugas merayakan iman adalah kesediaan untuk berdoa: berbicara dengan Tuhan dalam berbagai macam kesempatan. Termasuk juga, yang harus dibuat, belajar minta Roh Kudus kepada Allah Bapa karena Roh Kudus tidak otomatis dianugerahkan kepada kita, melainkan Ia akan hadir dan terlibat dalam hidup kita.


"Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya (Luk 11, 13)"

Roh Kudus sudah hadir di tengah tengah kita, namun bagaimana kita mampu mengalami karya Roh itu kalau tidak membuka diri. Ibarat bagaikan orang yang mencari sinar matahari di pagi hari sampai siang, padahal dia terus menerus tinggal di gua dan tidak pernah mau keluar dari gua itu. Maka, penting dan mendesak, jangan ragu-ragu untuk meminta Roh Kudus kepada Bapa agar terlibat membantu memberikan pencerahan di saat banyak kesulitan.

Sikap hidup "yang melibatkan Roh" itu pasti akhirnya menantang suami isteri untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap fasilitas yang nampaknya dapat diandalkan. Dengan lain kata, melibatkan Roh dalam hidup bersama, berarti jerih payah apapun suami isteri dapat menjadi korban persembahan bagi Tuhan kalau dilaksanakan "demi kepentingan terwujudnya buah-buah Roh, " kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.' (Gal 5:22-23)

Sebaliknya jerih payah suami isteri, bahkan yang kelihatan luhur sekalipun tidak akan menjadi "kurban persembahan bagi Allah" kalau dilaksanakan demi "kepentingan sendiri" atau demi kepentingan "daging". Karena hidup dalam daging, "percabulan, kecemaran, hawa nafsu," penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah,kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya (Gal 5: 21)


Dengan kata lain peran sebagai imam menuntut peran sebagai "raja", yang memiliki sikap "proaktif untuk melayani sesamanya". Mereka tidak akan berbangga kalau menjadi pribadi yang suka disapa, atau jadi pribadi yang ditakuti pasangan hidup atau anaknya sendiri. Allah sendiri menganugerahkan Roh sebagai anak Allah bukan roh perbudakan yang membuat kita takut."Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" (Rm 8:14-15) Dengan keyakinan Santo Paulus ini, suami isteri dipanggil untuk menampilkan hidup sebagai anak Allah. Hidup sebagai anak Allah selalu terarah pada kepentingan Bapa, dan bukan kepentingan harga diri sendiri. Maka, suami isteri mesti belajar untuk dinilai dan dikritik oleh pasangannya. Kalau keliru, belajar cepat meminta maaf, tidak malahan membela diri dan berargumentasi bahwa dirinya benar. Kalaupun benar pendapatnya, lebih baik mengatakan, "Terima kasih atas kritikanmu! Iya, bisa jadi saya keliru, meski sekarang saya yakin pendapatku ini benar!" Keterbukaan seperti itulah, yang meningkatkan kualitas pribadi yang siap untuk diubah oleh Roh Kudus.

Dengan semangat itu, suami isteri dapat mewujudkan sakramen perkawinan: sebagai tanda kehadiran cinta Tuhan yang nyata, yakni,

(i) menjadi tanda cinta Allah Bapa Sang Pencipta dan pemelihara hidup melalui prokreasi, merawat dan mendidik anak sampai mandiri,

(ii) menjadi tanda kasih Yesus yang menebus dosa manusia dengan mengampuni satu sama lain, tidak menghakimi, namun belajar untuk mengubah kelemahan pasangan menjadi kesempatan untuk berefleksi dan

(iii) belajar untuk menjadi tanda kehadiran Roh Kudus yang menyertai kita sepanjang hidup, dengan belajar mendengarkan dan berkanjang bersama: tidak saling melempar kesalahan, tidak saling melempar tanggung jawab, melainkan belajar setia, yakni sehati seperasaan dalam suka dan duka.

Ketiga tindakan itu berwarna Trinitaris, maka ketiga tindakan itu tidak terpisahkan. Tidak cukup pasutri hanya prokreasi dan mendidik anak tanpa pengampunan dan solider antara suami isteri dan antar orang tua dan anak. Dengan cara hidup macam seperti suami isteri menjadi "tanda cinta yang hidup dari kesetiaan Allah kepada manusia".

Akan tetapi bagaimana penghayatan itu sampai pada kenyataan kalau suami isteri kurang membuka diri kepada sabda Allah. Karena itu peran sebagai imam dan raja, mesti didukung dengan peran sebagai nabi, yang bersedia mendengarkan sabda Allah dan melaksanakan dalam hidup setiap hari. Sabda Tuhan itu adalah roh dan kehidupan. Maka suami isteri ditantang untuk hidup dari Sabda agar mereka memiliki "roh dan kehidupan" karena "Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup."(Yoh 6:63). itulah sebabnya Petrus pun setia mengikuti kemana Yesus pergi karena "Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal" (Yoh 6:68). Kata-kata Yesus itu sendiri meneguhkan kita semua, agar tidak lagi ragu-ragu untuk setia mendengarkan Sabda Tuhan agar kita mengenal siapa Kristus, dan terlebih agar kita memiliki roh dan hidup!! Maka suami isteri ditantang untuk sungguh berperan sebagai "nabi": menjadi tanda kehadiran Allah yang bersabda bagi pasangannya, anak-anaknya dan saudara-saudarinya.

Dengan penghayatan begitulah, pasutri membawa hidupnya dalam persembaan di altar dalam ekaristi. Hidupnya dengan segala kerapuhan dan kelemahan dipersembahkan bersama kurban Kristus, agar saat komuni terjadilah "pertukaran ilahi": Kristus hadir dalam diri suami isteri untuk menerima hati mereka dengan segala keletihan dan rasa lesu serta beban berat, dan menggantikannya dengan Tubuh dan Darah-Nya, agar setelah ekaristi, hidup mereka dalam keluarga sungguh menampilkan hidup Kristus yang setia pada Gereja-Nya. Karena itu Kristus yang setia pada Gereja-Nya membutuhkan suami isteri untuk bekerjasama, agar kesetiaan Kristus tampak bagi dunia. Di situlah tugas suami isteri, "menampakkan" kesetiaan kasih Kristus bagi dunia.

Dengan "menampakkan kesetiaan" itu dalam hidup bersama yang diwarnai kasih, suami isteri menjadi tanda "pertukaran ilahi" antara Kristus dengan manusia. Itulah "pertukaran" yang menjadi ciri khas "persekutuan suami isteri monogami dan tidak terceraikan". Semoga makin banyak pasutri kristiani yang menjadi tanda kasih Allah yang hidup bagi dunia.


salam hangat untuk pasutri dan keluarga kristiani di manapun berada.

bslametlasmunadipr






Buah Retret 2008: Memahami Kembali Sakramen Imamat bagi Hidupku

Sahabat-sahabatku,

Setelah mengikuti retret para imam bersama Fr. Fio Mascarenhas SJ dari India, 10-14 Nov 2008 di Purwokerto, saya tergugah untuk mengolah kembali pemahamanku tentang sakramen imamat. Setelah aku ditahbiskan sebagai imam oleh Mgr Julianus Sunarka SJ, waktu itu, 18 Juli 2001, ternyata tidak otomatis membuat aku dapat menghayati hidup sebagai imamat secara penuh. Tidak otomatis itu letaknya bukan pada "pencurahan Roh Kudus", melainkan pada "aspek penghayatan."

Roh Kudus itu dicurahkan kepadaku oleh Allah melalui penumpangan tangan Uskup yang dipercaya oleh Gereja sebagai penerus para Rasul. Roh itu dicurahkan secara sempurna. Akan tetapi karya Roh Kudus itu "belum lengkap", karena dibutuhkan "keterlibatanku" untuk mengambil keputusan : berkomitmen terus menerus bekerjasama dengan Kristus, sang Imam Agung. Komitmen kerjasama itu hanya mungkin terjadi kalau saya hidup dalam "persekutuan dengan Roh Kudus". Bagaimana saya bersekutu dengan Roh Kudus, karena hidupku lebih suka menghindari "salib" daripada memikul salib.

"Memikul salib" itu bukan pertama-tama penderitaan fisik yang luar biasa akibat penganiayaan. Memikul salib, sebagaimana dipahami oleh Paulus dalam Flp 2:6-11, artinya, kesediaan diri untuk "dipermalukan": membiarkan diri kehilangan berbagai hak asasi sebagai manusia: hak atas masa depan, hak untuk membela diri, hak untuk mengatakan kebenaran, hak untuk berkuasa. Akan tetapi lebih dari itu, Yesus membiarkan dirinya "tidak meminta haknya sebagai Anak Allah" bahkan mengambil rupa seorang hamba " yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia" (Flp 2:6-7) Itulah inti salib: pengosongan diri.

Bagaimana saya memikul salib, padahal salib itu menjungkirbalikkan "jalan pikiran" manusia yang lebih suka menjadi anak anak dunia. Jalan pikiran dunia adalah gerak naik, yakni meraih ambisi hidup serba nikmat, ambisi diistimewakan, dipuji, populer, menjadi hebat. Sementara jalan salib adalah jalan yang menurun: jalan pengosongan diri, di mana tidak lagi mencari kesempatan untuk hidup nikmat, tidak mencari pujian, popularitas, dan menjadi hebat, serta tidak ambisi berkuasa untuk menjadi memiliki segalanya. Karena itu, saya tidak mungkin mengandalkan kekuatan diri sendiri.

Salib Tuhan yang harus kupikul itu menantang diriku untuk mengakui "keterpecahan yang ada dalam diriku": di satu sisi memiliki niat untuk memanggul salib, namun di sisi lain ada kekuatan yang menarikku untuk menghindari salib. Tegangan itu tidak lain adalah "pertempuran antara Kuasa Roh yang menghidupkan, dan kuasa roh yang mematikan". Pertempuran itu sudah dimenangkan oleh Kuasa Roh Allah sendiri yang telah membangkitkan Kristus, setelah Ia mengalami kematian bersama dengan manusia yang berdosa. Kematian Kristus di salib menjadi "persembahan kemanusiaan yang abadi di hadapan Allah Bapa". Yesus yang wafat itu hadir di hadapan Bapa sebagai pribadi yang merepresentasi manusia yang telah berdosa. Allah menerima persembahan Kristus itu dengan membangkitkan-Nya pada hari ketiga. Karena itu berkat kematian Kristus semua orang yang mati terhadap dosa, entah dari bangsa manapun, dan dari jaman kapanpun, dianugerahi harapan akan keselamatan.

Kemenangan Kristus atas pertempuran itu terjadi karena peranan Roh Kudus dalam diri-Nya, karena Roh itu tidak lain adalah Roh Allah. Maka dalam persekutuan dengan Bapa dalam Roh Kudus, Kristus menang atas maut. Kalau Kristus, Sang Imam Agung. dan sebagai Anak Sulung, telah mendahului kita memenangkan pertempuran dengan roh jahat, mengapa saya sebagai imam, kerap kali masih ragu-ragu untuk meminta Roh Kudus memberiku kekuatan untuk mengatasi "keterpecahan pribadiku" sehingga aku mampu konsisten untuk memanggul salib.

Keragu-raguan itu sebenarnya tanda bahwa aku tidak sungguh sungguh percaya kepata Allah Bapa, apakah Ia sungguh mau menganugerahkan Roh-Nya. Tidak sungguh-sungguh percaya kepada Allah, adalah sebuah sikap yang sebenarnya curiga kepada Allah. Belum memohon pun,saya sudah meragukan, apakah Allah memang mau menganugerahkan Roh Kudus itu. Dalam Lukas 11:13 Yesus menyakinkan kita, "Jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya." Sabda Yesus ini meneguhkan dan memberikan kemantapan: Jangan ragu ragu untuk meminta karunia Roh!"

Dengan komitmen "terbuka untuk meminta", Sakramen tidak lagi dipahami sebagai "keran air yang siap mengucurkan rahmat ilahi", melainkan Sakramen adalah sebuah tanda kehadiran kasih Allah yang menantangku untuk menjawab: buat keputusan untuk meminta Roh agar hidupku mampu memikul salib. Membuat keputusan menjadi hal yang sulit bukan main kalau ada keterikatan emosional dengan kepentingan diri, fasilitas, dan jabatan. Di situlah letaknya penghayatan imamatku ditantang: mau menjadi pribadi yang hidup untuk mempersembahkan dirinya khusus bagi Allah dan sesama, atau menjadi pribadi yang hidup bagi dirinya sendiri.

Akhirnya menjadi imam itu bukanlah sikap "menggengam tangan". Karena "menggenggam" itu berarti ada "sesuatu yang istimewa dan kupertahankan mati-matian, jangan sampai lepas dan tidak bisa kupegang lagi". Karena itu menjadi imam bagiku sekarang adalah komitmen untuk belajar membuka genggaman tanganku agar terbukalah telapak tanganku, sehingga apapun yang kugenggam boleh diambil siapapun. Dengan cara hidup seperti itu, terbukalah kesempatan untuk selalu meminta Roh Kudus agar terlibat dalam hidupku.

yang lagi belajar berproses
bslametlasmunadipr